Minggu, 24 Oktober 2010

Tumbuhan kosmopolit

Tumbuhan Kosmopolit
Yaitu tumbuhan yang areal penyebarannya luas (terdapat di mana-mana).
Tanaman tersebut diantaranya:
1. Hutan Musim, terdapat di daerah Indonesia yang memiliki suhu udara tinggi dan memiliki perbedaan kondisi tumbuhan di musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau pohonnya akan meranggas dan pada musim hujan akan tumbuh hijau kembali. Contoh hutan musim ialah hutan jati dan kapuk randu. Hutan musim banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
2. Hutan Hujan Tropis, terdapat di daerah yang curah hujannya tinggi. Indonesia beriklim tropis dan dilalui garis khatulistiwa sehing- ga Indonesia banyak memperoleh sinar matahari sepanjang tahun, curah hujan tinggi dan temperatur udara tinggi. Di Indonesia hutan hujan tropis terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
3. Sabana, terdapat di daerah yang curah hujannya sedikit. Sabana beru- pa padang rumput yang diselingi pepohonan yang bergerombol. Sabana terdapat di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
4. Steppa, adalah padang rumput yang sangat luas. Stepa terdapat di daerah yang curah hujannya sangat sedikit atau rendah. Stepa terda- dapat di Nusa Tenggara Timur, baik untuk peternakan.
5. Hutan Bakau atau Mangrove, adalah hutan yang tumbuh di pantai yang berlumpur. Hutan bakau banyak terdapat di pantai Papua, Sumatera bagian timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.

2.3 Persebaran flora (dunia tumbuhan) di Indonesia
Tumbuh-tumbuhan yang hidup di suatu tempat ada yang tumbuh secara alami dan ada juga yang dibudidayakan oleh manusia. Flora ataua dunia tumbuhan di berbagai tempat di dunia pasti berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
 Iklim
 Jenis tanah
 Relief atau tinggi rendah permukaan bumi
 Biotik (pengaruh makhluk hidup).
Adanya faktor-faktor tesebut, Indonesia memeliki keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan. Iklim memiliki pengaruh yang sangat besar terutama suhu uudara dan curah hujan. Daerah yang curah hujannya tinggi memiliki hutan yang lebat dan jenis tanaman lebih bervariasi, misalnya: di Pulau Sumatera dan Kalimantan Sedangkan daerah yang curah hujannya relatif kurang tidak memiliki hutan yang lebat seperti di Nusa Tenggara. Daerah ini banyak di tum- buhi semak belukar dengan padang rumput yang luas.
Suhu udara juga mempengaruhi tanaman yang dapat hidup di suatu tempat. yang telah membuat zonasi (pembatasan wilayah) tumbuh-tumbuhan di Indonesia sebagai berikut :
a. Daerah panas (0 – 650 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah kelapa, padi, jagung, tebu, karet.
b. Daerah sedang ( 650 – 1500 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah kopi, tembakau, teh, sayuran.
c. Daerah sejuk ( 1500 – 2500 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah teh, sayuran, kina, pinus.
d. Daerah dingin (di atas 2500 meter) tidak ada tanaman budidaya

2.4 Cara menjaga kelestarian tanaman- tanaman endemik
Dalam rangka konsevasi ex- situ keanekaragaman tumbuhan, kebun raya indonesia telah melakukan eksplorasi dan inventarisasi jenis-jenis tumbuhan yang status keberadaannya langka dan sulit ditemukan di habitat alaminya
Konservasi hutan yang di dalamnya termasuk sumber daya alam hayati dilakukan melalui tiga kegiatan, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Konservasi insitu, bertujuan untuk melindungi spesies, variasi genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Misalnya cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut.
Konservasi Eksitu, konservasi eksitu bertujuan untuk melindungi spesies tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau pengklonan; sebab habitat mengalami kerusakan akibat konversi dan materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Misalnya kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan dan kebun binatang.
Restorasi dan Rehabilitasi, metode ini merupakan gabungan antara konservasi insitu maupun eksitu, untuk membangun kembali spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya rekonstruksi ekosistem alami atau semi alami di daerah-daerah yang mengalami degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem, misalnya Daerah Aliran Sungai (DAS), tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan spesies asli.
Formulasi Kebijakan dan Kelembagaan, metode ini bertujuan membatasi penggunaan sumber daya lahan melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk menekan pelaksanaan penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak; mengatur kepemilikan lahan yang baik; serta menetapkan kebijakan pengaturan kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi keanekaragaman hayati. Mekanisme Pasar, mekanisme ini merupakan upaya untuk menghargai setiap produk yang proses produksinya bersifat “ramah lingkungan” dan menjamin kelestarian keanekaragaman hayati. Berkembangnya isu ekolabel dan sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan merupakan cara yang saat ini sedang dikaji kemungkinan implementasinya.
Peranan Agama sebagai Kekuatan Moral Pengelolaan kelestarian hutan tidak hanya melibatkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, namun terdapat faktor lain yang sangat berperan terhadap keberhasilan pelestarian hutan, ialah peranan agama sebagai kekuatan moral yang menjadikan manusia kuat dan tegar menghadapi segala tantangan atau hambatan yang menghadang. Dalam jiwa manusia harus tertanam agama yang kuat sehingga memiliki motivasi yang kuat atas segala tindakannya untuk melestarikan hutan.
Sistem Penegakan Hukum dalam Pengelolaan Kelestarian Hutan Penegakan hukum dalam pengelolaan kelestarian hutan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan pengelolaan lingkungan berkaitan dengan asas dan norma hukum yang melandasinya. Pengelolaan lingkungan hidup untuk mencapai kelestarian hutan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
Penetapan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi landasan konstitusional pengelolaan lingkungan hidup, tersirat kewajiban negara untuk menjamin bahwa sumber daya alam dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat dari generasi ke generasi. Dalam Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN) diberikan arahan bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dilakukan secara rasional dengan tiga pembatasan, yaitu tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilakukan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh, dan memperhitungkan kebutuhan generasi mendatang.
Penempatan peraturan perundang-undangan dan baku mutu lingkungan secara nasional. Peraturan perundang-undangan ini merupakan dasar hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup. Peraturan perundang-undangan ini memuat norma yang bertujuan agar ekosistem tetap berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan, dan mencakup ketentuan hukum substantif serta ketentuan hukum prosedural. Faktor yang penting dalam pengelolaan lingkungan adalah penataan baku mutu lingkungan (BML), baik baku mutu lingkungan ambient (BMLA) maupun baku mutu limbah dalam bentuk cair, gas, dan padat. BMLA merupakan kelengkapan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menunjukkan tingkat mutu lingkungan yang ingin dipertahankan atau dicapai.
Penetapan peraturan perundang-undangan dan baku mutu lingkungan daerah. Penetapan peraturan perundang-undangan dan baku mutu lingkungan yang ditetapkan secara nasional memerlukan peraturan pelaksanaannya di daerah. BMLA yang ditetapkan secara nasional ditetapkan di daerah sesuai dengan kondisi lingkungan di daerah, namun harus diperhatikan bahwa BMLA yang ditetapkan oleh daerah tidak boleh lebih longgar dari BMLA yang ditetapkan secara nasional.
Penetapan izin setiap kegiatan. Peraturan perundang-undangan dan BMLA yang berlaku baik yang ditetapkan secara nasional maupun yang ditetapkan di daerah merupakan ketentuan umum yang memerlukan pelaksanaannya secara konkrit, individual, dan final (selesai). Ketentuan tersebut bagi suatu kegiatan berupa izin untuk melaksanakan kegiatan. Izin merupakan instrumen yang mengendalikan suatu kegiatan agar kegiatan tersebut tidak melanggar kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Dalam izin harus dirumuskan secara jelas dan tegas mengenai syarat dan kewajiban yang harus ditaati oleh penanggungjawab kegiatan sebagai pemegang izin, sehingga di satu pihak akan jelas apa yang wajib ditaati oleh penanggungjawab kegiatan dalam menyelenggarakan kegiatannya, dan di lain pihak akan memudahkan untuk menentukan tindakan hukum yang harus diterapkan jika terjadi ketidaktaatan terhadap ketentuan dalam izin. Penentuan dilakukan di satu pihak untuk mengetahui apakah ketentuan dalam izin ditaati oleh penanggungjawab kegiatan dan di lain pihak untuk mengetahui perubahan kualitas lingkungan yang terjadi akibat dilaksanakannya kegiatan. Hasil pemantauan terhadap perubahan kualitas lingkungan dan evaluasinya merupakan bahan masukan bagi penyusunan rencana pengelolaan lingkungan pada tahap berikutnya. Pelaksanaan pemantauan perlu kejelasan tentang institusi yang ditugaskan melakukan pemantauan serta kewenangannya.
Penegakan hukum. Penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum yang dimaksudkan untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin ditaatinya ketentuan yang ditetapkan. Tujuan akhir dari penegakan hukum lingkungan adalah ketaatan terhadap ketentuan hukum lingkungan yang berlaku. Ketaatan merupakan kondisi tercapainya dan terpeliharanya ketentuan hukum lingkungan baik yang berlaku secara umum maupun yang berlaku secara individual. Penegakan hukum mencakup penataan, ialah tindakan administratif dan tindakan yudisial baik keperdataan maupun kepidanaan. Pada hasil pemantauan dapat diketahui jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam izin, dan apabila terjadi pelanggaran dapat diketahui pula bobot pelanggaran yang terjadi. Oleh karena itu dapat ditentukan tindakan hukum apa yang sepatutnya diterapkan terhadap pelanggaran tersebut. Hasil dari tindakan hukum tersebut merupakan arsip atau bahan masukan bagi penyempurnaan dan perkembangan perundang-undangan selanjutnya.
Pada pengelolaan kelestarian hutan selanjutnya adalah kemauan dan motivasi yang tinggi bagi pemerintah maupun masyarakat umumnya untuk dapat mengelolanya dengan baik dan adanya tekad yang kuat menolak usaha-usaha penyuapan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Saat ini upaya konservasi cenderung dipilah menjadi 2 kategori besar, yaitu konservasi in situ dan konservasi eksitu. Konservasi insitu adalah upaya konservasi suatu species di habitat aslinya, sebaliknya konservasi eksitu adalah upaya konservasi suatu species di luar habitat aslinya. Kalau melihat pengertian awalnya sebenarnya upaya konservasi sudah terbagi habis menjadi 2 kelompok tadi, dimana konservasi dibagi menjadi di dalam dan diluar habitat aslinya.
Pada perkembangannya, terminologi konservasi eksitu cenderung terspesialisasi menjadi suatu upaya konservasi yang dilakukan di luar habitat manusia dengan intervensi manusia yang cukup intensif, sehingga rujukan contoh kawasan konservasi eksitu adalah kebun binatang (zoos), kebun raya (botanical garden), sea world (aquaria), bank genetik, kebun plasma nutfah.
Konservasi insitu juga memiliki kelemahan yang berkaitan dengan (1) kebutuhan luasan yang cukup luas, saat ini sulit mengalokasikan lahan yang cukup luas agar tidak bertabrakan dengan kepentingan ekonomi masyarakat setempat, dan (2) jaminan kelestarian populasi sulit dipertanggungjawabkan selama konflik sosial ekonomi masih ada,
Meskipun bukan gagasan baru, bahkan telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak jaman dahulu, upaya pengintegrasian konservasi dalam kehidupan sehari-hari perlu direvitalisasi. Masyarakat tradisional dengan kearifannya mampu menjadi benteng kelestarian keragaman hayati. Sebagai contoh, masyarakat Pada era modern seperti sekarang mungkinkah upaya ini dikembangkan? Seiring dengan maraknya upaya go to green, kembali ke organik, serta upaya-upaya aktivitas ekonomi yang ramah dengan alam, potensi pengintegrasian konservasi ke dalam kehidupan sehari-hari kita cukup menantang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar